Selasa, 23 Juni 2009

Zona X- Artikel 20 Juni 2009(LPM Untan)



Belajar Seluk Beluk Jurnalistik

Pekerjaan dalam dunia jurnalistik bukan berarti harus dilakukan oleh para wartawan profesional. Mahasiswa dan mahasiswi yang tergabung ke dalam Lembaga Pers Mahasiswa atau biasa disebut Mimbar Untan dapat membuktikannya. Sembari menempuh pendidikan di Universitas, mereka juga belajar untuk menjadi seorang wartawan yang baik. Aktivitas mereka tak jauh dari wartawan umumnya, membuat berita dan menerbitkannya. Hanya saja cakupan lebih banyak di lingkungan kampus.

Masing-masing dari mereka sudah membentuk divisi-divisi untuk menjalankan kegiatan LPM. Then, apa saja sih yang menjadi tugas mereka dalam LPM? Hambatan apa yang biasanya mereka hadapi dalam menjalankan tugas?

Satu keterangan datang dari Jumiardi Budiman. Cowok yang berasal dari FKIP Jurusan Ekonomi ini diberikan mandat sebagai sekretaris umum. “Sebagai sekretaris, aku ditugaskan untuk mendampingi ketua dalam setiap rapat. Aku juga bertugas menginventarisir dan meagendakan rapat serta event,” jelasnya.

Selama bergabung di Mimbar Untan banyak hal yang sudah Jumiardi dapatkan sejak bergabung di sana. “Selain bisa ketemu dengan orang-orang yang satu jalur, di sini aku belajar dan sekaligus menghimpun pengalaman dalam bidang pers,” lanjutnya.

Hal yang tidak jauh beda juga diungkapkan Ellia Marliany. Cewek manis berkerudung ini dipilih sebagai kepala divisi penyiaran. ”Dalam bidang penyiaran, aku mengurus masalah-masalah yang berhubungan dengan broadcasting serta unsur-unsur di dalamnya,” jelas mahasiswi fakultas Ekonomi ini.

Lain halnya dengan Iswandy. Cowok yang bertanggung jawab mencari sponsorship untuk LPM ini mengaku harus mendapatkan kepercayaan dari perusahaan-perusahaan yang akan memasang iklan di radio Untan. “Saat ini divisi kami masih sibuk membuat dan menyebarkan proposal untuk perusahaan-perusahaan. Untungnya, so far kami mendapat dukungan penuh dari Universitas. Jadi, divisi perusahaan tidak begitu terbebani untuk mencari dana dari pihak luar,” jelasnya.

“Over all, walaupun kami masih menghadapi hambatan-hambatan, paling tidak semua yang sudah kami kerjakan adalah proses pembelajaran agar bisa menjadi lebih baik. Personally, aku ngerasa jadi orang yang lebih aktif semenjak menjadi anggota LPM,” ungkapnya. (dit)

Zona X- Sosok 20 Juni 2009(LPM Untan)


Solidkan Team Work

Sri Pujiani
Ketua LPM Untan

Solid atau nggaknya team work dalam sebuah organisasi tidak lepas dari peran seorang ketua. Demikian pula yang terjadi di Lembaga Pers Mahasiswa Untan atau yang lebih dikenal dengan nama Mimbar Untan, organisasi Kampus yang berkutat di bidang Jurnalistik. Adalah Sri Pujiani yang kini mesti pontang-panting mengatur berjalannya organisasi ini, setelah dirinya terpilih menjadi ketua LPM Untan beberapa waktu lalu. Seperti apa suka duka Sri selama menjabat sebagai ketua dan misi apa yang ingin dicapainya tahun ini?

By. Aditya Galih Mastika

Cewek manis kelahiran 8 February 1988 ini awalnya tak begitu tertarik untuk bergabung di Mimbar Untan, hingga suatu ketika seorang kakak tingkat mengajaknya untuk bergabung di sana. Pada awal masuk pun Sri masih ngerasa bingung dan ragu. “Awal masuk aku emang nggak begitu tahu tentang Mimbar Untan. Tapi, setelah diberikan penjelasan oleh para anggota, akhirnya aku semakin tertarik dengan dunia baru ini,” jelas mahasiswi FKIP Untan ini.
Then, gimana sih tahapnya hingga kamu bisa terpilih sebagai ketua LPM? “Pertama aku dipilih sebagai staff divisi penerbitan pada kepengurusan sebelumnya. Setelah beberapa waktu, akhirnya beralih menjadi ketua divisi dan kemudian pindah ke beberapa divisi lain. Kebetulan kemarin masa kepengurusan pengurus sebelumnya berakhir, hingga akhirnya aku terpilih melalui voting,” ujar cewek berjilbab ini.
Well, setelah melalui proses yang cukup panjang, keuntungan apa yang sudah kamu rasakan?? ”Banyak banget! Aku nggak hanya dapat ilmu perkuliahan, tapi juga dapet informasi segar dari seminar-seminar yang sering aku ikuti. Selain itu, aku juga mendapat kesempatan untuk mewawancarai orang-orang penting,” jelasnya.
“Semenjak terpilih sebagai ketua, tanggung jawab yang aku pegang semakin besar. Kalo dulu aku hanya fokus dalam satu divisi, sekarang aku harus mikirin semua divisi yang ada dalam LPM agar berjalan dengan lancar,” tambahnya.
Banyak urusan lembaga yang harus dibereskan. Misalnya aja di divisi penyiaran masih terbentur beberapa masalah, seperti jangkauan radio Untan Voice. Kita juga masih harus mengurusi perijinan dan sebagainya. Selain itu banyak hal lain yang juga memerlukan koordinasi antar anggota.
“Aku berharap, kedepannya bisa menjadi lebih bijaksana dalam mengambil keputusan dan bisa mengemban amanat yang sudah dititipkan dengan baik. Intinya aku harus mengurangi sifat childish dalam menjalankan tugas sebagai ketua LPM,” tutupnya.(**)

Jumat, 19 Juni 2009

Zona X 6 Juni 2009 (profil curvanomic kontemporer)



Suguhan Musik Kontemporer Ala Curvanomic
Nggak selamanya bunyi-bunyian yang indah keluar dari alat musik yang mahal dan modern. Tong bekas, bambu pagar, kaleng cat, atau gallon pun bisa menghasilkan musik yang enak dan gurih didengar. Seperti yang diperdengarkan oleh sekelompok anak muda satu ini, suatu sore. Dari tangan mereka alat-alat yang bagi orang lain nggak berguna bisa menjadi alat-alat musik yang harmonis. Anak-anak muda nan kreatif ini menyebut diri mereka Curvanomic Kontemporer atau biasa juga disebut Radikal Kontemporer.
Ryan Dwi Sulistiawan, salah satu penyumbang ide terbentuknya Curvanomic Kontemporer bercerita, pada 2004 beberapa dari mereka menyaksikan penampilan Almarhum Paul Putra dalam suatu pergelaran musik kontemporer. Dari sanalah mereka menaruh hati pada musik mbeling ini.
Ryan, salah satu anggota komunitas radikal kontemporer mengatakan awal terbentuknya komunitas ini anggotanya hanya beberapa orang saja. Secara spirit, komunitas ini sudah terbentuk sejak beberapa tahun lalu, namun baru resmi saat dihelatnya launching UKM Seni Curvanomic, pada April 2008.
"Beberapa orang anggota komunitas ini memang telah bermain musik kontemporer sejak SMA. Maka, kita pun akhirnya berniat untuk meneruskannya pada jenjang kuliah. Pada awal berdirinya, kami berhasil mengumpulkan 12 orang yang 4 di antaranya adalah perempuan," jelas Ryan.
Kemunculan komunitas ini cukup menunjukkan differensiasi dari komunitas lainnya. Pada awal berdirinya, komunitas ini sudah menunjukkan hal berbeda. Mereka mengaku tidak pernah mengambil pelatih dari luar yang sudah sejak dulu berpengalaman dalam musik kontemporer.
"Pertama-tama kita latihan di rumah salah seorang anggota, dan kita berlatih dengan cara otodidak berlandaskan pada ide masing-masing individu yang merupakan anggota kelompok. Malah, pada awal terbentuk, kami hanya berlatih selama 2 hari sebelum tampil di acara Oikosnomos Indie Musik Festival dan launching Curvanomic," jelas Ryan.
Jika dulu Curvanomic Kontemporer hanya menggunakan instrumen yang berasal dari bambu, belirah, galon, dan alat band yang berupa gitar dan drum, kini sudah banyak peningkatan yang terjadi. Alat-alat lain, seperti drum air, kaleng-kaleng besi, kaleng-kaleng cat, kompor minyak, pentungan bel sekolah, piringan cakram, dan lain-lain menambah instrumen-intrumen yang mereka gunakan. "Semua instrumen itu didapat dari sumbangan anggota-anggota. But, ada juga yang beli dan ada juga barang bekas yang ngambil di berbagai tempat," lanjutnya.
Jumlah anggota mereka juga bertambah. Jika awalnya hanya ada 12 orang, saat ini anggotanya sudah mencapai sekitar 60 orang. Tentu saja saat penampilan, nggak semua bisa ikut perform. Hanya mereka yang bisa meluangkan waktu untuk latihan yang diikutkan.
Dengan kerja keras mereka selama ini, Curvanomic Kontemporer telah berhasil perform di berbagai acara dan mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Meski begitu, hal itu menurut mereka bukanlah tujuan utama didirikannya komunitas ini. "Yang jelas, kelompok kontemporer ini dibentuk karena kita ingin menjadikan curvanomic kontemporer sebagai wadah bagi anak-anak yang berbakat memainkan instrumen kontemporer dan menjadikan ini sebuah kegiatan yang positif bagi seluruh mahasiswa ekonomi yang ingin bergabung," ungkapnya.
”Ke depan, rencananya kita pengen menggabungkan kontemporer dengan tari dan teater dalam satu performance. Selain itu, kami juga ingin berkombinasi dengan pelukis Lukisan abstrak, yang nantinya kami akan mengiringi si pelukis ketika melukis gambar-gambar abstraknya.” (dit/her)

Zona X 6 Juni 2009 (Curvanomic Kontemporer)


Gunakan Barang-barang Bekas sebagai Instrumen
Andi Muhammad Saheed Ibnu Reza
Dirijen Kontemporer
Jika banyak remaja yang kini gandrung pada musik pop mellow yang bikin termehek-mehek, hal ini tidak berlaku pada cowok satu ini. Andi Muhammad Saheed Ibnu Reza atau biasa dipanggil Gogon ini justru jatuh cinta pada aliran musik yang dulu pernah diperjuangkan Harry Roesli, Musik Kontemporer. Tak sekedar hanya jadi penikmat, Gogon terjun langsung di komunitas Curvanomic Kontemporer.

By. Aditya Galih Mastika

Cowok yang akrab disapa Gogon ini pertama kali tertarik dengan musik kontemporer ketika diajak nampil dengan beberapa orang temen di acara launching seni curvanomic. "Sejak awal, aku memang udah tertarik dengan seni ini karena aku ngerasa musik kontemporer itu asyik banget. Beda dari jenis musik yang lain. Aku bisa dapatkan feel-nya di sini," ujar Gogon bersemangat.
”Dari segi alat musik yang digunakan saja berbeda. Kita bisa gunakan berbagai media, termasuk benda-benda yang sudah dibuang pemiliknya pun bisa kita pakai. Ada kompor bekas, gallon, kaleng dan lain-lain,” tambahnya. Di sinilah menurutnya sisi kreatif musik yang digelutinya itu. ”Jadi kita nggak harus mengandalkan alat musik yang mahal atau wah. Kalau pun ada itu sebagai tambahan aja.”

Saat melakukan performance bersama rekan-rekannya, doski mengaku sangat enjoy dan juga ngerasa banyak mendapatkan point plus untuk dirinya. "Saat perform, aku ngerasa jadi bebas untuk berekspresi dan nggak terpaku kepada aturan-aturan musik yang berlaku pada umumnya. Then, kalo aku dan kawan-kawan mau insert apapun dalam musik, kita juga nggak akan terbentur atau menganggu jalannya alat-alat lain," jelas cowok yang merayakan ultahnya setiap 8 Juni ini.
Well, selama menjadi anggota, apa sih halangan yang kamu rasakan?? "Secara pribadi kesulitan yang aku alamin biasanya ada pada masalah waktu. Biasanya aku agak risih dengan pemain yang nggak komplit saat mau berjalannya latihan. Selain itu, sih, nggak ada masalah yang berarti," tegasnya.
"Intinya, kalo kita berniat untuk bermain kontemporer, kita harus berekspresi secara maksimal. Jangan sampe kita merasa malu untuk main dengan alat-alat bekas. Dengan itu kita bisa menghasilkan musik yang menarik," tutupnya. (**)